Novel burung-burung manyar ini merupakan karya dari penulis YB Mangunwijaya. Novel ini merupakan novel klasik yang terbit pada tahun 80an.
Penasaran dengan isi bukunya? Yuk baca dulu resensi novel burung burung manyar di artikel ini. Di sini akan dijelaskan berbagai unsur penting dalam novel.
Judul Novel | Burung-Burung Manyar |
Penulis | Yusuf Bilyatra Mangunwijaya |
Jumlah halaman | 406 halaman |
Ukuran buku | 13×19 cm |
Penerbit | Penerbit Buku Kompas |
Kategori | Fiksi Sejarah |
Tahun Terbit | cetakan pertama 1981 -2014 |
Harga novel | Rp. 79.000 |
Novel burung-burung manyar merupakan sebuah karya dar Yusuf Bilyatra Mangunwijaya dan mulai diterbitkan pada tahun 1981-2014 oleh PT Buku Kompas. Novel ini memiliki ketebalan 406 halaman.
Novel ini mengisahkan tentang seorang bernama Teto. Ayahnya yang menjabat kepala Garnisum Divisi I di Magelang dan keturunan bangsawan keraton.
Dan ibunya merupakan keturunan Indo Belanda. Nasib keluarganya menjadi salah satu alasan Teto mengalami konflik batin.
Kedatngan pasukan Jepang sangat merubah hidup Tei dan juga keluarganya. Kebanggaan Teto terhadap Belanda karena ayahnya tertangkap Jepang ketika KNIL dikalahkan Jepang.
Ibunya di hadapi oleh pilihan yang sangat sulit. Memilih suaminya mati atau dijadikan gundik kempetai.
Akhirnya dengan sangat terpaksa ibunya memilih untuk menjadi gundik dan itu yang menyebabkan Teto membenci Indonesia.
Larasati atau biasa di panggil Atik adalah teman dekat Teto sejak kecil, ia bisa dibilang seorang perempuan modern dan disayangi oleh kedua orang tuanya.
Atik merupakan salah satu orang yang mendukung Indonesia. Teto yang menyukai Atik itu mengalami konflik dalam batinnya karena perempuan yang ia sukai berada di pihak yang ia benci.
Serangan Belanda ke Yogyakarta setelah kemerdekaan Indonesia menyebabkan ayah Atik meninggal. Dan membuat Atik semakin semangat untuk membela Indonesia.
Meskipun mereka saling bertolak belakang. Tapi, mereka tetap saling mencari satu sama lain. kekalahan Belanda semakin membuat Teto yang merupakan salah satu tentara NICA kehilangan harga dirinya.
Teto akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Setelah lulus ia bekerja di sebuah Pacific Oil ells Compeny.
Saat bekerja Teto menemukan kesalahan perhitungan dan dapat merugikan rakyat Indonesia. Meski ia benci Indonesia tapi ia berusaha mengungkapkan kesalahan itu dan pergi ke Indonesia.
Dan karena itu ia kehilangan pekerjaannya. Dan akhirnya ia bertemu dengan Atik kembali namun, kini Atik telah menikah dan memiliki tiga anak.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Yuk, baca novel burung-burung manyar.
Dalam resensi novel burung-burung manyar di dalamnya terdapat unsur intrinsik yaitu:
Tema yang diangakat dalam novel ini yaitu kisah Teto yang lebih memilih Belanda di banding dengan negaranya yaitu Indonesia karena sebuah alasan.
Alur yang digunakan dalam novel burung-burung manyar ini yaitu menggunakan alur maju. Dimana setiap kejadian selalu bergerak maju sesuai dengan perputaran waktu.
Latar waktu yang digunakan dalam novel yaitu sekitar pada tahun 1934-1944 masa sebelum kemerdekaan terjadi.
Latar tempat yang digunakan dalam novel burung-burung manyar ini di Indonesia lebih tepatnya di Magelang, Jakarta, Solo, Jogyakarta, Semarang, dan ada beberapa latar di negara Amerika.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel burung-burung manyar adalah bahasa gaul dan bukan bahasa baku dan sebagian menggunakan sebagian bahasa Belanda dan juga Jawa.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini yaitu menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu Teto sebagai pelaku utama.
Pengabdian terhadap bangsa sendiri lebih baik dan lebih terhormat dari pada mengabdi kepada bangsa liain.
Hal ini dicontohkan oleh Satadewa yang akhirnya ia harus menanggung malu terhadap bangsanya.
Berikut merupakan unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel burung-burung manyar diantaranya adalah:
Nilai sosial yang di lakukan oleh ibunya Teto sangat luar biasa ia rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keluarga dan suaminya agar tidak mati.
Nilai moral yang dilakukan yaitu saat Teto mencoba menyampaikan kecurangan yang di buat di perusahaannya agar Indonesia tidak rugi. Meski ia benci Indonesia namun ia bijak dalam bertindak.
Buktinya ia lebih memilih kehilangan pekerjaannya demi memberitahu kebenaran terhadap bangsa Indonesia.
Terakhir dari resensi novel burung-burung manyar yaitu pesan moral yang terkandung di dalam novel tersebut adalah:
Pengabdian terhadap bangsa sendiri lebih baik dan lebih terhormat dari pada mengabdi kepada bangsa lain.
Hal ini dicontohkan oleh Satadewa yang akhirnya ia harus menanggung malu terhadap bangsanya.
Hanya seorang Blogger enthusiasm dan penikmat kopi saja. Suka berbagi pengetahuan kecil & bercita-cita jadi pengusaha media.