Resensi novel merindu cahaya de Amstel ini akan kami jelaskan secara lengkap di artikel ini mulai dari identitas novel, sinopsis, intrinsik, ekstrinsik hingga pesan moral yang terkandung dalam novel ini secara lengkap.
Novel ini sendiri mengisahkan kisah seorang gadis yang memiliki kisah pahit bernama Khadijah yang memiliki keputusan untuk masuk islam meski keluarganya menentang keputusannya.
Judul Novel | Merindu Cahaya De Amstel |
Penulis | Arumi Ekowati |
Penerbit | Gramedia Pustaak Utama |
Jumlah Halaman | 280 halaman |
Ukuran Buku | 13×19 cm |
Kategori | Fiksi |
Tahun Terbit | 2022 |
Harga Buku | Rp. |
Novel merindu cahaya de Amstel ini merupakan sebuah karya dari Arumi E yang lahir di Jakarta 6 M3i 1974 dan novel ini mulai diterbitkan pada tahun 2022 oleh Gramedia Pustaka Utama.
Dimana novel ini juga memiliki ketebalan yang mencapai 280 halaman dan juga ukuran sekitar 13×19 cm novel ini bergenre fiksi religi yang cukup baik di baca oleh para remaja dan dewasa untuk meningkatkan sebuah keimanan dalam agama islam.
Dalam resensi novel merindu cahaya de Amstel ini kami akan jelaskan sinopsis novel dan berikut penjelasan singkatnya.
Novel ini berawal dari Khadijah yang ada di Museum Square tak jauh dari sungai Amstel dan pertama kali ia bertemu dengan seorang fotografer bernama Nicholas Van Djik. Dimana Nocho memotret Khadijah yang sedang membaca buku.
Saat itu foto keluar, Khadijah tampak dikelilingi cahaya. Untuk itulah, Nico tertarik untuk mengenal Khadijah lebih dekat lagi, meskipun ia tidak suka dengan agama islam karena ibunya juga seorang muslim.
Ibunya Indonesia dan ayahnya Belanda. Setelah mengetahui bahwa islam tidak mengizinkan pernikahan beda agama sang ibu menceraikan suaminya. Sang ibu kemudian ke Indonesia, meninggalkan Nico dan ayahnya.
Sejak saat itu dia membenci islam dan memutuskan untuk tidak menerima agama apa pun. Suatu hari, Khadijah bertemu dengan seorang gadis di halte bus bernama Mara dan ia mengambil jurusan tari.
Mara awalnya khawatir dengan pertemuannya dengan Khadijah. Melihat bagaimana Khadijah berpakaian dan bertindak, dia berpikir akan menasehatinya agar menjadi muslim yang baik seperti dirinya.
Meski Mara beragam islam, Mala sudah lama tidak shalat, menjalankan ibadah puasa atau amalan agama islam lainnya. namun, ternyata Mara salah dan Khadijah tidak pernah memaksakan dan menyarankannya untuk menirunya.
Ketika Khadijah bertemu Nico dan Mara mereka saling mengenal dan mereka pernah ke Indonesia untuk bertemu ibunya, rasa penasaran pada Khadijah mengusik kenangan Nico pada bundanya yang meninggalkannya di kala kecil.
Hingga suatu saat Khadijah mengenalkannya pada Mara penari asal Jogja. Tetapi Pieter tidak membiarkan Nico serta Mara berangkat tanpa dirinya. Dan tak kala Nico memutuskan berdamai dengan masa lalunya tersebut.
Seakan Tuhan mengizinkannya untuk memeluk kebahagiaan. Namun, ia di dera masalah dan serta rasa kecewa itu ia lampiaskan pada Khadijah yang sudah mengajarinya benih harapan akhirnya Nico kembali mencari jawaban atas hal yang mengganjal di hatinya.
Sampai ai menyadari cahaya yang memantul di permukaan Sungai Amstel telah menyadarkan pikiran dan perasaannya. Apa yang dicarinya ternyata ada di kota Amsterdam ini serta semenjak lalu telah mengirimkan tanda-tandanya.
Lantaskah kali ini ia berhasil memeluk kebahagiaannya? Yuk, simak kelanjutan kisah mereka di novel merindu cahaya de Amstel di novelnya secara langsung.
Dalam resensi novel merindu cahaya de Amstel ini akan kami jelaskan unsur intrinsik dalam novel tersebut yang perlu kamu pahami dan berikut penjelasan lengkapnya.
Tema yang diangkat dalam novel ini adalah tentang romansa religi.
Alur yang digunakan dalam novel merindu cahaya de Amstel ini yaitu menggunakan alur campuran dimana terdapat alur maju dan juga alur mundur di dalamnya.
Latar waktu yang digunakan dalam novel ini yaitu pagi hari, siang hari, dan juga malam hari.
Latar tempat yang digunakan dalam novel ini yaitu menggunakan latar tempat di Belanda, Amsterdam, sungai Amstel, Yogyakarta dan masih banyak lagi latar lainnya.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini campuran ada sudut pandang orang ketiga dan orang pertama.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini cukup sederhana dan mudah dipahami oleh semua kalangan.
Kita tahu bahwa manusia tidaklah ada yang sempurna dan kamu sebagai muslim pasti juga pernah memiliki sebuah kesalahan atau dosa tapi ketika kamu bertekad untuk lebih baik dari dirimu yang sebelumnya itu adalah tekad yang sangat bagus.
Selain unsur intrinsik kamu juga bisa melihat unsur ekstrinsik novel ini dan berikut penjelasan lengkapnya:
Nilai sosial yang terkandung dalam novel ini adalah sikap Khadijah yang selalu mengingatkan Mala untuk tidak terlalu dekat dengan lawan jenis karena bukan muhrim ini adalah bentuk kepedulian sebagai seorang muslim.
Sikap Nico yang membenci islam hanya karena masa lalu itu adalah sikap yang tidak patut di contoh karena setiap agama memiliki aturan dan juga harus ditaati bagi mereka yang meyakininya.
Nerikut beberapa kelebihan yang dimiliki oleh novel merindu cahaya de Amstel, diantaranya adalah:
Selain kelebihan novel ini juga memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan dan berikut penjelasannya:
Sebagai muslim yang baik tentunya kita tidak pernah luput dari sebuah kesalahan dan tentunya harus diperbaiki dengan terus belajar dan mengaplikasikan agama sesuai dengan syariat yang telah ada agar kamu menjadi muslim yang sejati.
Demikian penjelasan mengenai resensi novel merindu cahaya de Amstel semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat ya!
Hanya seorang Blogger enthusiasm dan penikmat kopi saja. Suka berbagi pengetahuan kecil & bercita-cita jadi pengusaha media.