Kaidah kebahasaan novel sejarah kemelut di Majapahit meliputi penggunaan bahasa jaman dahulu, penggunaan dialog, kata kerja, kalimat tidak langsung, dan lainnya.
Beberapa penggunaan bahasa dalam novel tersebut membuat isi buku mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh para pembacanya.
Kaidah kebahasaan novel adalah unsur-unsur penggunaan bahasa yang ada di dalam karya sastra novel tersebut. Seperti yang kita ketahui, dalam Bahasa Indonesia terdapat berbagai jenis kata dan kalimat. Setiap novel tentu terdiri dari unsur kata dan kalimat yang berbeda-beda.
Adapun kaidah kebahasaan yang ditemukan dalam novel sejarah Kemelut di Majapahit yaitu:
Dalam novel sejarah kemelut di Majapahit terdapat penggunaan kalimat di masa lampau yang menandakan bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat sejarah.
Berikut ini beberapa kutipan yang menunjukkan penggunaan kalimat sejarah, yaitu:
“Dari hubungan antara junjungan dengan pembantunya sangatlah baik”.
Dengan adanya kata “junjungan” maka menandakan penggunaan kalimat lampau. Kata junjungan di era sekarang sudah jarang digunakan, sebenarnya sama dengan atasan atau kepala.
” Sang Prabu Kertarajasa mengawini semua putri mendiang dari Raja Kertanegara”
Dari kutipan tersebut dijelaskan adanya kata “mengawini” yang merupakan kata lampau. Kata tersebut berarti bermakna menikahi.
Berikutnya terdapat penggunaan konjungsi kronologis atau konjungsi penanda urutan waktu. Berikut beberapa kutipan yang menandakan adanya penggunaan konjungsi kronologis.
“Kemudian, hanya ada suara derap kaki megalamat yang berlari”.
Dari kalimat tersebut terdapat pernyataan penggunaan konjungsi kronologis yang ditandai dengan kata “kemudian”.
“Pada siang hari, Prabu dihadap oleh Sang Senopati”
Pada kutipan tersebut terdapat penggunaan konjungsi kronologis yaitu “Pada siang hari”.
Kata kerja material merupakan kata kerja yang menunjukan adanya tindakan atau perilaku. Berikut ini, beberapa contoh kutipan yang menandakan adanya penggunaan kata kerja material.
“Sang Prabu sendiri tidak menyadari adanya persaingan tersebut. Persaingan ini terjadi karena perpecahan diam-diam”.
Kata kerja material yang terdapat dalam kutipan tersebut yaitu kata “persaingan” dan “perpecahan”.
Terdapat penggunaan kalimat tak langsung dalam novel Sejarah Kemelut di Majapahit yaitu:
“Tirtowati memperingatkan karena dengan melakukan tindakan melempar nasi di atas lantai menjadi bentuk penghinaan kepada Dewi Sri sehingga kamu bisa kualat”.
Jadi, kalimat tak langsung itu disampaikan oleh Tirtowati kepada orang yang membuang nasi ke atas lantai.
Kata kerja mental yaitu kata kerja yang berasal dari pemikiran. Berikut ini kata kerja yang ada di dalam novel Sejarah Kemelut di Majapahit, yaitu:
“Sang Prabu memandang dengan alis berkerut yang menunjukan tanda bahwa beliau merasa tidak berkenan”.
Kata kerja mental dalam kutipan tersebut yaitu “memandang”.
Terdapat pula penggunaan dialog dalam novel Sejarah Kemelut di Majapahit yaitu:
“Kang Mas Adipati, haraplah paduka tetap bersikap tenang”.
Dalam novel Sejarah Kemelut di Majapahit juga menunjukan adanya penggunaan kata sifat, yaitu:
“Dyah Gayatri memang terlihat cantik jelita seperti dewi kayangan”
Kata sifat dalam kutipan tersebut yaitu “cantik jelita”.
Adapun puncak konflik kemelut di Majapahit yaitu :
Setelah Kalagemet Sri Jayanegara Meninggal maka banyak memunculkan pertanyaan mengenai siapa yang akan menggantikan tahtanya di Majapahit.
Berikutnya, adanya permasalahan dari tokoh Kudamerta dan Cakradara yang beristrikan ratu pewaris hingga muncul pemikiran mereka yang akan menggantikan tahta.
Muncul persaingan secara diam-diam antara semua anggota kerjaan yang ingin menggantikan tahta Kalagemet.
Puncak konflik Kemelut di Majapahit ditandai dengan adanya banyak tindak pembunuhan.
Dijelaskan pada kutipan ” Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing”.
Muncul banyak pemberontokan banyaknya tokoh dalam kerajaan Majapahit.
Adapun nilai moral Kemelut di Majapahit yaitu:
Sebelum berbicara dengan Sang Prabu, Ronggo Lawe memberikan hormat terlebih dahulu kepada orang yang dianggap mempunyai jabatan yang lebih tinggi.
Tentu saja, bersikap hormat tersebut dapat menjadi contoh kepada anak generasi jaman sekarang.
Berikutnya, nilai yang terkandung dalam novel Kemelut di Majapahit yaitu untuk tidak melupakan jasa-jasa orang yang sudah berbuat baik dalam kehidupan kita.
Terdapat pesan tidak berburuk sangka kepada senopati. Hal tersebut mengajarkan pembaca untuk tidak bersikap negative thingking kepada orang lain karena hal tersebut ternyata memberikan dampak buruk.
Dengan membaca novel Sejarah Kemelut di Majapahit juga mengajarkan pembaca untuk tidak mengharapkan pamrih atau balasan.
Dengan membaca novel Sejarah Kemelut di Majapahit maka pembaca disarankan untuk memikirkan kepentingan bersama, bukan untuk kebahagiaan pribadi,
Hanya seorang Blogger enthusiasm dan penikmat kopi saja. Suka berbagi pengetahuan kecil & bercita-cita jadi pengusaha media.