Sinopsis novel Cinta dan Hawa Nafsu karya Merari Siregar membahas tentang percintaan yang dilandasi karena cinta dan hawa nafsu. Tentu, banyak pesan moral yang disampaikan dalam novel tersebut.
Di era sekarang, kamu bisa mengambil banyak nilai kehidupan dengan membaca novel Cinta dan Hawa Nafsu. Berikut ini, identitas novel, sinopsis, unsur intrinsik & ektrinsik, serta pesan moralnya.
Judul Novel | Cinta dan Hawa Nafsu |
Penulis | Merari Siregar |
Jumlah halaman | 123 |
Ukuran buku | 11×17 |
Penerbit | Balai Pustaka |
Kategori | Roman |
Tahun Terbit | 1900an |
Harga novel | Rp. 81.000,00 |
Sinopsis novel Cinta dan Hawa Nafsu menceritakan drama kehidupan yang merangkai berbagai peristiwa karena nafsu keinginan. Dalam hadits Jihad dijelaskan bahwa seorang muslim harus melawan nafsu di atas status yang shahih.
Saat seseorang melihat sesuatu dengan akalnya tanpa terpengaruh oleh hawa nafsu maka segalanya akan terlihat sebagaimana hakikatnya.
Dalam waktu sebulan mereka tinggal bersama dalam satu tempat. Kemudian, merekapun akhirnya diijabkabulkan oleh pejabat Kadi dan diwalikan dengan wali hakim.
Lelaki dan wanita itu mementingkan terpenuhi hawa nafsunya. Dimulai dari seorang pemuda yang memandang wanita cantik sebagai perempuan nakal. Tetapi, lelaki itu justru jatuh hati kepadanya.
Setelah itu, banyak sekali drama kehidupan percintaan yang berisi pahit manisnya cinta hingga selamanya akan terkenang. Sosok lelaki dan wanita itu merasa bingung dengan perasaannya sendiri, apakah yang dirasakannya memang sesungguhnya cinta ataukah hanya sekedar hawa nafsu saja.
Ternyata hal tersebut membuat nafsu sangat bergantung, bahkan sulit melepaskan hasrat dalam dirinya dari cengkraman hawa.
Tidak ada orang yang mempunyai seseorang kemudian dapat bergantung dan terikat dengan orang lain juga. Terlihat jelas dari pernyataan dalam novel, “Saya perlu mengambil kenyataan tentang diri awak sendiri, dan awak juga,” kata-katanya diucapkan sambil memandangi am.
Diartikan dalam bahasa melayu bahwa ‘nafsu berarti maknanya adalah keinginan dan kecenderungan adanya dorongan dari hati yang cukup kuat.
Di masa penjejahan dalam novel diceritakan bahwa wanita dijadikan sebagai senjata utama untuk menggoda, bahkan meruntuhkan iman Imam Sayyid. Jihad merupakan jalan yang paling utama dilakukan untuk melawan nafsu sendiri karena Allah SWT.
Telihat dari pernyataan dalam novel yaitu, “Alhamdulillah, saya merasa bahagia dan bangga karena dapat memerangi hawa nafsu.
Di bab 16 novel ini yang mempunyai sub bab nafsu perselingkuhan menceritakan seorang wanita yang lupa dengan perbedaan antara dosa dan cinta. Tetapi, ia lebih memilih dosa sebagai teman hidupnya.
Saat seseorang hamba melihatnya dengan akal, ia tidak akan terpengaruh oleh hawa sehingga segala sesuatu tampak sesuai dengan hakikatnya. Oleh karena itu, lelaki itu tetap pergi, melanjutkan hidupnya untuk bekerja dengan giat.
Meskipun lama kelamaan sosok Hamdan menjadi tergiur dengan hawa nafsunya kepada Halimah. Hal tersebut memang membuat konflik dalam novel ini benar-benar semakin memuncak.
Setiap wanita yang mempunyai paras cantik nan elok pasti banyak lelaki yang mencintainya. Ada kalanya cinta itu sama dengan hawa nafsunya.
Oleh karena itu, apabila dikaitkan cinta dan hawa nafsu itu mempunyai sifat yang sementara sehingga dapat menimbulkan efek rasa ketidakpuasan dari dalam hati seseorang.
Baca juga: Sinopsis Novel Wangeun Saranghanda
Adapun unsur-unsur intrinsik novel Cinta dan Hawa Nafsu yang membangun cerita sehingga lebih menarik untuk dibaca, berikut ini ulasannya.
Tema novel Cinta dan Hawa Nafsu karya Merari Siregar tentu saja membahas tentang percintaan dan hawa nafsu.
Sesuai dengan judulnya, novel ini membahas apakah seorang pria yang tertarik dengan wanita karena kecantikan dan keelokannya menandakan dia benar-benar mencintainya atau memang hanya sekedar hawa nafsu.
Tokoh yang terdapat dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu:
Latar tempat dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu berada di pedesaan, rumah Halimah, dan di pinggir jalan.
Latar waktu novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu di tahun 1900an. Dalam novel ini diceritakan kejadian sejarah Indonesia saat masih dalam masa penjajahan.
Hal tersebut diceritakan dalam novel, bahwa para wanita dijadikan sebagai cara untuk memikat hati para penjajah.
Alur yang digunakan dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu menggunakan alur maju. Penyampaiannya begitu jelas, jalan cerita dalam novel diceritakan tanpa menceritakan masa lalu.
Sudut pandang novel Cinta dan Hawa Nafsu karya Merari Siregar menggunakan sudut pandang orang pertama dan orang ketiga serba tahu.
Terlihat dari penggunaan nama tokoh, pengguanaan kata “aku”.
Gaya bahasa dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu menggunakan gaya bahasa sehari-hari dengan sedikit sentuhan bahasa Melayu sehingga pembaca terkadang sulit untuk memahaminya.
Amanat yang terdapat dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu jadilah pribadi yang mencintai orang dengan tulus, bukan karena Hawa Nafsu atas kecantikan atau keelokan seseorang.
Baca juga: Judul Novel 20-30 an Paling Populer
Adapun unsur ekstrinsik novel Cinta dan Hawa Nafsu yang membangun cerita menjadi lebih menarik untuk dibaca, berikut ini ulasannya.
Pengarang novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu Merari Siregar. Sastrawan yang satu ini merupakan angkatan Balai Pustaka. Novel roman pertamanya yaitu Azab dan Sengsara.
Merari Siregar lahir di Sipirok, Sumatera Utara, 13 Juli 1896. Sejak kecil, Merari Siregar tinggal di Sipirk. Oleh karena itu, sikap dan kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di Sipirok.
Beberapa diantaranya kehidupan masyarakat di Sipirok yaitu adanya adat kawin paksa.
Sesudah dewasa, Merari Siregar menjadi orang terpelajar hingga pemikirannya pun terbuka. Hal tersebut dikarenakan pola pikirnya yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Merari ingin sekali mengubah sikap orang-orang yang berpikiran sempit di Sipirok.
Merari Siregar bersekolah di Kweekschool Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta. Lalu, ia melanjutkan pendidikannya di Vereeniging Tot Van Oost En West yang merupakan organisasi politik etis Belanda.
Setelah lulus sekolah, Merari menjadi guru bantu di sekolah yang berada di Medan. Tak lama kemudian, ia pindah lagi ke Jakarta lalu bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo. Terakhir, ia bekerja di Madura yaitu Opium End Zourgie hingga akhir hanyatnya.
Di lihat dari sisi psikologi pengarang, novel Cinta dan Hawa Nafsu merupakan hasil pemikiran pengarang yang didasarkan pada kehidupan masyarakat di zaman itu.
Terdapat nilai moral dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu sebaiknya tidak melihat sisi perempuan hanya untuk memenuhi hawa nafsu.
Jadilah seseorang yang selalu berpikir dengan akal agar apa yang kamu lihat akan sesuai dengan hakikatnya.
Kelebihan novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu memuat nilai sejarah karena tersirat kisah sejarah di masa perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.
Kekurangan novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu penulis menggunakan bahasa Melayu sehingga pembaca ada yang sulit memahami makna bahasanya.
Baca juga: Sinopsis Novel Fifty Shades of Grey Bab 15B
Pesan moral yang terdapat dalam novel Cinta dan Hawa Nafsu yaitu tidaklah kita mengutamakan nafsu saat melihat seseorang. Gunakan akal saat melakukan setiap perbuatan agar semua hal terlihat sesuai dengan hakikat dasarnya.
Hanya seorang Blogger enthusiasm dan penikmat kopi saja. Suka berbagi pengetahuan kecil & bercita-cita jadi pengusaha media.