Resensi novel para priyayi ini akan memaparkan ulasan mengenai kelebihan dan juga kekurangan dari novel ini secara lengkap. Identitas, sinopsis, intrinsik serta ekstrinsiknya.
Pesan moral yang terkandung juga akan kamu ketahui selengkapnya dalam artikel resensi ini. Informasi ini tentunya berguna bagi kamu yang berminat ingin memiliki buku ini.
Judul Novel | Pra Priyayi |
Penulis | Umar Kayam |
Jumlah halaman | 308 Halaman |
Ukuran buku | 13×21 cm |
Penerbit | PT Pustaka Utama Grafiti |
Kategori | Fiksi |
Tahun Terbit | 1992 |
Harga novel | Rp. 50.000 |
Novel karya Umar Kayam ini merupakan novel yang sangat lama dimana novel ini diterbitkan pertama kali di tahun 1992. Dan novel ini syarat akan penuh makna sehingga cocok untuk kamu coba baca.
Novel yang menceritakan tentang makna Priyayi yang sebenarnya. Yang di contohkan oleh para tokohnya serta mengaitkan dengan kebudayaan Jawa tentang Priyayi.
Novel Para Priyayi ini menceritakan tentang Soedarsono seorang anak dari keluarga buruh tani yang oleh orang tua dan sanak keluarganya.
Di harapkan dapat menjadi “Sang Pemula” untuk membangun dinasti keluarga Priyayi kecil.
Berkat dorongan Asisten Wedana Ndoro Seten ia bisa sekola dan kemudian menjadi guru desa. Dan dari sinilah ia memasuki dunia elite birokrasi sebagai priyayi pangreh praja.
Ketiga anaknya melewati zaman Belanda dan zaman Jepang tumbuh sebagai guru opsir peta dan istrinya asisten Wedana. Cita-cita keluarganya berhasil.
Lalu lantas seperti apakah sesungguhnya “priyayi” itu? Status kelas? Pandangan dunia? Atau sekedar gaya hidup? Atau bahkan semuanya? Simak buku ini agar mengetahui Priyayi yang sesungguhnya.
Dalam resensi novel Para Priyayi ini terdapat unsur intrinsik yang harus kamu ketahui, dan berikut merupakan unsur intrinsik dari novel Para Priyayi:
Novel ini mengangkat tema tentang perjuangan Priyayi sejati demi mengayomi keluarga dan rakyat miskin.
Berikut ini merupakan tokoh-tokoh yang terdapat dlaam novel Para Priyayi, yaitu diantaranya:
Alur yang digunakan dalam novel Para Priyayi ini yaitu menggunakan alur campuran. Dimana di dalamnya terdapat alur maju dan alur mundur (flashback).
Latar waktu yang digunakan dalam novel Para Priyayi saat di tahun-tahun terjadinya G 30 SPKI. Dimana suasana mencekam waktu itu begitu sempurna di ceritakan dalam novel Para Priyayi ini.
Latar tempat yang digunakan dalam novel ini yaitu di sebuah tempat di Solo yang bernama Wanagalih, dan Yogyakarta.
Sudut pandnag yang digunakan dalam novel ini yaitu menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Namun uniknya tokoh yang ada di dalam cerita seolah-olah bergantian bercerita.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini menggunakan gaya bahasa yang santun dan bahasa jawa yang santai dan tetap halus.
Amanat yang terkandung dalam novel Para Priyayi ini yaitu kita dapat memetik bagaimana sebenarnya serang yang dikatakan “Priyayi” yaitu seorang yang dapat mengayomi keluarga dan rakyat miskin.
Memiliki pendirian yang kokoh dan berjuang keras tanpa pamrih. Selalu menjaga nama baik keluarga. “Mikul duwur, Mendem jero” yang artinya (menjunjung tinggi nama baik, mengubur dalam aib keluarga).
Berikut ini merupakan unsur ekstrinsik dari novel Para Priyayi, yaitu:
Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Para Priyayi ini terlihat dari keluarga Sastrodarsono, Eyang pembangunan keluarga Priyayi ini digambarkan dengan sosok penuh wibawa, pejuang sejati, kebapaan, dan teguh pendirian.
Dan semua anaknya disekolahkan dan menjadi orang-orang yang berhasil begitu pula anak-anak angkatnya termasuk Lantip.
Keluarga Sastrodarsono memiliki hati yang baik dia memperjuangkan saudaranya yang miskin agar tetap bisa bersekolah dengan baik. Sehingga mencerminkan nilai sosial tolong menolong terhadap sesama.
Selain itu sikapnya yang lembut dan berwibawa menggambarkan bahwa ia seorang priyayi yang sesungguhnya. Dan pejuang sejati.
Lantip yang tidak mempermasalahkan latar belakangnya dan ia fokus untuk terus menjadi terbaik dan menjunjung tinggi keluarga. Ia merupakan orang yang bekerja keras dan sangat cerdas.
Terakhir dari resensi novel Para Priyayi yaitu pesan moral yang terkandung di dalam novel tersebut adalah bagaimana sebenarnya seorang yang dikatakan “Priyayi”.
Yaitu seorang yang dapat mengayomi keluarga dan rakyat miskin.
Memiliki pendirian yang kokoh dan berjuang keras tanpa pamrih.
Selalu menjaga nama baik keluarga. “Mikul duwur, Mendem jero” yang artinya (menjunjung tinggi nama baik, mengubur dalam aib keluarga).
Suka membaca novel dan dunia literasi. Menuangkan ke dalam tulisan agar banyak orang yang tahu apa yang aku baca hari ini.