Resensi & Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh Paruk [Lengkap]

Resensi & Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh Paruk [Lengkap]

Sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk

Sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan kehidupan di desa kecil bernama Dukuh Paruk. Diceritakan dalam novel, kebudayaan ronggeng secara mendetail yang membuat buku ini sangat menarik untuk dibaca.

Penulis menggambarkan cerita sesuai dengan realita yang terjadi di tahun tersebut. Perpaduan budaya dengan fiksi membuat buku ini semakin bagus.

Resensi Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Adapun resensi novel Ronggeng Dukuh Paruk lengkap sebagai berikut:

1. Identitas Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Judul NovelDukuh Paruk
PenulisAhmad Tohari
Jumlah halaman408 Halaman
Ukuran buku15 cm x 21 cm
PenerbitGramedia Pustaka Utama
KategoriBuku Fiksi
Tahun Terbit1982

2. Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan kehidupan di dukuh kecil dan terpencil. Dulunya, Dukuh Paruk memiliki nenek moyang yang menjadi orang kepercayaan masyarakat.

Setelah nenek moyangnya meninggal, penduduk desa Dukuh Paruk masih memujanya dengan cara memuja kuburannya. Bahkan, kuburan nenek moyangnya dijadikan sebagai kiblat kebatinan kepercayaan mereka.

Tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu Srintil. Ia adalah sesosok gadis kecil yang berusia sebelas tahun. Tetapi, ia mempunyai masa lalu yang menyedihkan.

Meski begitu, Srintil mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Srintil dapat menari seperti seorang ronggeng.

Di suatu waktu terdapat tiga anak laki-laki yang mencabut batang singkong di tanah kapur yaitu Warta, Dasun, dan Rasus.

Sesudah berhasil mencabut singkong, mereka mengupasnya dengan gigi. Sekita, mereka terkesima melihat Srintil yang sedang mendendang sambil menari dengan sangat asyik. Ketiga lelaki itu kemudian ikut menari bersama Srintil.

Srintil tinggal bersama kakeknya yang bernama Sakarya. Beliau sangat menyayangi cucunya itu, terlebih saat orangtuanya Srintil meninggal. Kakeknya yang merawat Srintil.

Saat itu, Sakarya juga mengikuti gerakan Srintil sangat menari, sungguh Kakek sangat bangga saat melihat cucunya menari dengan gemulainya.

Kakeknya pun berpendapat bahwa Srintil sudah dirasuki oleh Indang Ronggeng. Keesokan harinya Kakek menemu dukung ronggeng di Dukuh Paruk yaitu Kertareja. Mereka membicarakan kepandaian Srintil dalam menari dan menyanyi ronggeng.

Dalam waktu beberapa hari Kartareja dan Sakarya selalu mengikuti Srintil. Kemudian, mereka mengintip Srintil yang sedang menari di bawah pohon nangka.

Kemudian, Kakek Sakarya menyerahkan Serintil kepada Kertareja sebagai salah satu syarat perihal menjadi calon ronggeng di Dukuh Paruk.

Sejak dua belas tahun yang lalu, Ronggeng Dukuh Paruk sudah mati. Banyak perkakas untuk mengiringi pementasan ronggeng yang sudah hampir rusak.

Kini, pementasan ronggeng dimulai kembali dengan penari baru yaitu Srintil. Saat pementasan Srintil didandani oleh Nyi Kertareja, alhasil Srintil tampil layaknya ronggeng.

Tidak lupa, Nyi Kertareja meniupkan mantra ke pekasi ubun-ubun Srintil. Mantra tersebut bertujuan untuk memberikan aura kecantikan kepada Srintil.

Selain itu, Nyai Sakarya juga memasangkan susuk emas di tubuh Srintil. Masyarakat Dukuh Paruk sangat antusias menonton ronggeng, Kartareja bersuara bahwa akan diadakan pertunjukan ronggeng.

Dengan suara gemuruh warga, Srintil melenggak lenggok selayaknya seorang ronggeng. Srintil menunjukan penampilan yang sangat apik dengan kemampuan menarinya yang memang sangat gemulai, berbeda dari penari lainnya.

Rasus ikut menonton pertujuan Srintil menari. Sebagai sahabatnya sejak kecil, Rasus memang sudah lama menyimpan rasa suka kepada Srintil. Kini, ia mulai merasa bahwa Srintil sudah tidak memperhatikan Rasus lagi.

Rasus menyadari bahwa Srintil tidak akan menjadi miliknya seutuhnya karena Srintil menjadi milik orang banyak untuk menjadi ronggeng Dukuh Paruk agar kebudayaan di desa kecil ini tidak hilang.

Akhirnya, Rasus pun memberikan keris kyai Jaran Guyang kepada Srintil agar ia memang menjadi seorang ronggeng yang seutuhnya.

3. Kelebihan Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Kelebihan novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu memuat banyak sekali nilai-nilai moral untuk para pembacanya.

Penulis Ahmad Tohari mengkisahkan nilai kemanusiaan untuk menghormati perempuan.

Dengan menggambarkan tokoh utama Srintil sebagai sisi semangat perempuan untuk keluar dari hitamnya zaman saat itu. Dimana saat itu, perempuan harus diperbudak untuk memenuhi hawa nafsu lelaki. Perempuan juga dikekang dalam memilih jalan hidupnya sendiri.

Selain itu, penulis juga menggambarkan tokoh perempuan dengan sangat detail dari segala bentuk kesengsaraan yang dialami perempuan di jaman itu.

Kelebihan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk juga mengajarkan pembaca untuk selalu mengingat sejarah di masa lalu. Sejarah tidak selalu bernilai bagus sehingga sejarah yang buruk tidak sebaiknya diulang di masa kini dan masa depan.

4. Kekurangan Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Adapun kekurangan dalam sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu penulis menceritakan isi novel dengan cukup bertele-tele. Kemudian sisipan suasana di desa juga diceritakan sangat detail, tetapi keluar dari alur cerita novel.

Dengan begitu cerita novel memang menjadi tidak konsisten bahkan jenuh untuk dibaca.

Penulis juga cukup banyak menggunakan kata-kata kasar yang seronok sehingga kurang pas saat novel ini dijadikan bahan bacaan edukasi.

5. Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Berikut ini unsur intrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk yang membangun cerita menjadi lebih menarik.

5.1. Tema

Tema dalam novel Ronggeng Dukuh paruk yaitu kebudayaan. Menceritakan kehidupan ronggeng secara mendetail yang memang menjadi adat kebudayaan di desa Dukuh Paruk.

5.2. Tokoh

  • Srinti, sabar dan mempunyai semangat tinggi.
  • Rasus, penyayang dan sabar.
  • Sakarya, keras dan kolot.
  • Nyai Sakarya, penyayang, sabar, dan peduli.
  • Kertareja, penyayang dan licik.
  • Nyi Kertareja, licik dan materialistis.
  • Tamir, lelaki hidung belang.
  • Lurah, baik dan bijaksana.

5.3. Latar Tempat

  • Dukuh Paruk.
  • Pasar Dawuan.
  • Ladang Singkong.
  • Rumah Kertareja.
  • Rumah Srintil.

5.4. Alur

Alur dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu alur campuran. Penulis menggambarkan cerita melaju ke masa depan dan masa lalu.

5.5. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini yaitu orang pertama serba tahu. Ditandai dengan adanya penggunaan kata “aku” di dalam novel.

5.6. Amanat

Amanat yang terkandung di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu sebagai seorang perempuan harus menjaga kesuciannya sebelum menikah.

Sebagai umat manusia yang berketuhanan maka sebaiknya mempercayai adanya Tuhan, bukan hal-hal yang bersifat negatif dan tahayul.

Apabila kita mempunyai keterbatasan pemahaman maka hidup kita tidak akan maju.

Penulis juga menuliskan amanat untuk selalu sabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.

5.7. Diksi

Penulis menggunakan diksi yang sederhana dan ringan, seperti bahasa sehari-hari. Tetapi, terdapat juga penggunaan majas Simile sehingga membuat bahasa dalam novel semakin bagus.

6. Unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Adapun unsur ekstrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk yang membuat ceritanya semakin bagus.

6.1. Nilai Politik

Nilai politik yang tersirat dalam cerita novel yaitu keprihatinan dengan sikap kesewenangan kekuasaan orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam menindas masyarakat kecil.

6.2. Nilai Sosial

Tersirat pula nilai sosial dalam novel yang memberikan pemahaman bahwa kesadaran seseorang terhadap nilai kemanusiaan masih kurang. Sesama manusia tentu kita harus saling menghargai.

6.3. Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi yang terdapat dalam novel yaitu menggambarkan kehidupan kemiskinan yang terjadi di daerah terpencil. Daerah tersebut membutuhkan perhatian dari pemerintah.

6.4. Nilai Moral

Nilai moral yang tersirat dalam novel yaitu janganlah sombong saat kita sudah sudah, jangan melakukan hal yang tidak baik untuk mencapai kesuksesan.

7. Pesan Moral Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Pesan moral yang tersirat dalam sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu sebagai seorang wanita kita harus mempunyai harga diri yang tinggi.

Kebudayaan di jaman dahulu memang bagus dan tidak boleh dihilangkan, tetapi ambilah hal yang positif dan buang hal-hal yang bersifat negatif.

Seorang guru Bahasa Indonesia yang kebetulan suka membaca novel dan mencurahkannya ke dalam tulisan.

Artikel Menarik Lainnya: